Alat Musik Indonesia

Gamelan 


Pemain Gamelan
Gamelan adalah ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon, gambang, gendang, dan gong. Istilah gamelan merujuk pada instrumennya / alatnya, yang mana merupakan satu kesatuan utuh yang diwujudkan dan dibunyikan bersama. Kata Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa gamel yang berarti memukul / menabuh, diikuti akhiran an yang menjadikannya kata benda. Orkes gamelan kebanyakan terdapat di pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok di Indonesia dalam berbagai jenis ukuran dan bentuk ensembel. Di Bali dan Lombok saat ini, dan di Jawa lewat abad ke-18, istilah gong lebih dianggap sinonim dengan gamelan.
Kemunculan gamelan didahului dengan budaya Hindu-Budha yang mendominasi Indonesia pada awal masa pencatatan sejarah, yang juga mewakili seni asli indonesia. Instrumennya dikembangkan hingga bentuknya sampai seperti sekarang ini pada zaman Kerajaan Majapahit. Dalam perbedaannya dengan musik India, satu-satunya dampak ke-India-an dalam musik gamelan adalah bagaimana cara menyanikannya. Dalam mitologi Jawa, gamelan dicipatakan oleh Sang Hyang Guru pada Era Saka, dewa yang menguasai seluruh tanah Jawa, dengan istana di gunung Mahendra di Medangkamulan (sekarang Gunung Lawu). Sang Hyang Guru pertama-tama menciptakan gong untuk memanggil para dewa. Untuk pesan yang lebih spesifik kemudian menciptakan dua gong, lalu akhirnya terbentuk set gamelan.[rujukan?]
Gambaran tentang alat musik ensembel pertama ditemukan di Candi Borobudur, Magelang Jawa Tengah, yang telah berdiri sejak abad ke-8. Alat musik semisal suling bambu, lonceng, kendhang dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik berdawai yang digesek dan dipetik, ditemukan dalam relief tersebut. Namun, sedikit ditemukan elemen alat musik logamnya. Bagaimanapun, relief tentang alat musik tersebut dikatakan sebagai asal mula gamelan.
Penalaan dan pembuatan orkes gamelan adalah suatu proses yang kompleks. Gamelan menggunakan empat cara penalaan, yaitu sléndro, pélog, "Degung" (khusus daerah Sunda, atau Jawa Barat), dan "madenda" (juga dikenal sebagai diatonis, sama seperti skala minor asli yang banyak dipakai di Eropa.
Musik Gamelan merupakan gabungan pengaruh seni luar negeri yang beraneka ragam. Kaitan not nada dari Cina, instrumen musik dari Asia Tenggara, drum band dan gerakkan musik dari India, bowed string dari daerah Timur Tengah, bahkan style militer Eropa yang kita dengar pada musik tradisional Jawa dan Bali sekarang ini.
Interaksi komponen yang sarat dengan melodi, irama dan warna suara mempertahankan kejayaan musik orkes gamelan Bali. Pilar-pilar musik ini menyatukan berbagai karakter komunitas pedesaan Bali yang menjadi tatanan musik khas yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Sasando



Sasando

Sasando pada uang kertas Rp. 5.000,- emisi tahun 1992.
Sasando adalah sebuah alat instrumen petik musik. Instumen musik ini berasal dari pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Secara harfiah nama Sasando menurut asal katanya dalam bahasa Rote, sasandu, yang artinya alat yang bergetar atau berbunyi. Konon sasando digunakan di kalangan masyarakat Rote sejak abad ke-7. Bentuk sasando ada miripnya dengan instrumen petik lainnya seperti gitar, biola dan kecapi.
Bagian utama sasando berbentuk tabung panjang yang biasa terbuat dari bambu. Lalu pada bagian tengah, melingkar dari atas ke bawah diberi ganjalan-ganjalan di mana senar-senar (dawai-dawai) yang direntangkan di tabung, dari atas kebawah bertumpu. Ganjalan-ganjalan ini memberikan nada yang berbeda-beda kepada setiap petikan senar. Lalu tabung sasando ini ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari semacam anyaman daun lontar yang dibuat seperti kipas. Wadah ini merupakan tempat resonansi sasando.

Talempong


Talempong tengah dimainkan.
Talempong adalah sebuah alat musik pukul khas suku bangsa Minangkabau. Bentuknya hampir sama dengan instrumen bonang dalam perangkat gamelan. Talempong dapat terbuat dari kuningan, namun ada pula yang terbuat dari kayu dan batu. Saat ini talempong dari jenis kuningan lebih banyak digunakan. Talempong ini berbentuk bundar pada bagian bawahnya berlobang sedangkan pada bagian atasnya terdapat bundaran yang menonjol berdiameter lima sentimeter sebagai tempat untuk dipukul. Talempong memiliki nada yang berbeda-beda. Bunyi dihasilkan dari sepasang kayu yang dipukulkan pada permukaannya.
Talempong biasanya digunakan untuk mengiringi tarian pertunjukan atau penyambutan, seperti Tari Piring yang khas, Tari Pasambahan, dan Tari Gelombang. Talempong juga digunakan untuk melantunkan musik menyambut tamu istimewa. Talempong ini memainkanya butuh kejelian dimulai dengan tangga pranada DO dan diakhiri dengan SI.[rujukan?] Talempong diiringi oleh akord yang cara memainkanya serupa dengan memainkan piano.

Saluang



Saluang.jpg
Saluang adalah alat musik tradisional khas Minangkabau, Sumatra Barat. Yang mana alat musik tiup ini terbuat dari bambu tipis atau talang (Schizostachyum brachycladum Kurz). Orang Minangkabau percaya bahwa bahan yang paling bagus untuk dibuat saluang berasal dari talang untuk jemuran kain atau talang yang ditemukan hanyut di sungai. Alat ini termasuk dari golongan alat musik suling, tapi lebih sederhana pembuatannya, cukup dengan melubangi talang dengan empat lubang. Panjang saluang kira-kira 40-60 cm, dengan diameter 3-4 cm. Adapun kegunaan lain dari talang adalah wadah untuk membuat lemang, salah satu makanan tradisional Minangkabau.
Pemain saluang legendaris bernama Idris Sutan Sati dengan penyanyinya Syamsimar.
Keutamaan para pemain saluang ini adalah dapat memainkan saluang dengan meniup dan menarik napas bersamaan, sehingga peniup saluang dapat memainkan alat musik itu dari awal dari akhir lagu tanpa putus. Cara pernapasan ini dikembangkan dengan latihan yang terus menerus. Teknik ini dinamakan juga sebagai teknik manyisiahkan angok (menyisihkan napas).
Tiap nagari di Minangkabau mengembangkan cara meniup saluang, sehingga masing-masing nagari memiliki style tersendiri. Contoh dari style itu adalah Singgalang, Pariaman, Solok Salayo, Koto Tuo, Suayan dan Pauah. Style Singgalang dianggap cukup sulit dimainkan oleh pemula, dan biasanya nada Singgalang ini dimainkan pada awal lagu. Style yang paling sedih bunyinya adalah Ratok Solok dari daerah Solok.
Dahulu, khabarnya pemain saluang ini memiliki mantera tersendiri yang berguna untuk menghipnotis penontonnya. Mantera itu dinamakan Pitunang Nabi Daud. Isi dari mantera itu kira-kira : Aku malapehkan pitunang Nabi Daud, buruang tabang tatagun-tagun, aia mailia tahanti-hanti, takajuik bidodari di dalam sarugo mandanga buni saluang ambo, kununlah anak sidang manusia......dst

erunai, atau juga disebut puput serunai, adalah nama alat musik aerofonik (tiup) yang dikenal di Indonesia sebagai alat musik tradisional di masyarakat Minang. Bagian unik dari serunai adalah ujungnya yang mengembang, berfungsi untuk memperbesar volume suara.

Latar belakang

Asal mula serunai atau "puput serunai" diduga datang dari nama shehnai, alat musik yang diduga berasal dari Lembah Kashmir di dataran Utara India. Alat musik shehnai diduga juga merupakan perkembangan dari alat musik pungi yang dipakai dalam musik para pemikat ular tradisional India.
Setelah dikenal luas di Sumatera Barat, serunai menjadi populer dan dikenal sebagai alat musik tiup tradisional di Minang. Alat musik ini dikenal merata di Sumatera Barat, terutama di bagian daratannya seperti di daerah Agam, Tanah Datar dan Limo Koto, dan juga di daerah pesisir pantai Sumatera Barat sepanjang pantai Samudera Hindia. Alat musik ini sejak lama telah dipopulerkan ke seluruh Indonesia oleh para imigran dari Minang dan juga telah dikenal sebagai alat musik tradisional di Malaysia dengan nama sama.

Kegunaan

Puput serunai biasanya dimainkan dalam acara-acara adat yang ramai, seperti upacara perkawinan, penghulu (batagak pangulu dalam bahasa Minang) dan sebagainya. Alat musik ini juga biasa dimainkan dengan bebas, baik perorangan, pada saat memanen padi atau saat bekerja di ladang. Musik serunai juga populer untuk mengiringi pertunjukan pencak silat Minang. Dalam sebuah penampilan, serunai dapat dimainkan secara solo (sendirian), dan dapat digabung dengan alat musik tradisional lainnya, seperti talempong, gendang dan sebagainya.

Desain dan pembuatan

Bahan untuk membuat sebuah puput serunai tradisional Minang terdiri dari batang padi, kayu atau bambu, tanduk kerbau atau daun kelapa.
Bagian penata bunyi serunai terbuat dari kayu capo ringkik atau dari bambu talang yang ukurannya sebesar ibu jari tangan. Capo ringkik adalah sejenis tanaman perdu yang mempunyai lapisan kayu keras namun mempunyai bagian dalam yang lunak, sehingga mudah untuk dilubangi. Kayu yang panjangnya 20 cm tersebut diberi 4 lubang yang berselisih jarak 2,5 cm, yang berfungsi memberi beda tinggi rendah nada. Nada yang lazim pada alat musik tradisional Minang termasuk puput serunai adalah nada pentatonis do-re-mi-fa-sol.
"Puput" adalah bagian yang ditiup pada alat musik serunai, biasa terbuat dari kayu, bambu talang, atau batang padi tua. Bagian ini disambungkan oleh bagian penyambung yang berfungsi sebagai pangkal puput tersebut. Panjangnya sekitar 5 cm dan terbuat dari kayu keras. Penyambung ini dilubangi untuk saluran udara tiup, yang bersambungan dengan poros badan dan poros corong. Di bagian belakang, bagian penyambung ini juga berbentuk corong, dengan diameter 2 cm.
Bagian "corong" adalah bagian ujung serunai yang dibentuk membesar seperti ujung akhir alat musik terompet. Fungsi bagian ini adalah untuk memperkeras atau memperbesar volume suara. Bagian ini biasanya terbuat dari kayu, terutama kayu gabus, dari tanduk kerbau yang secara alamiah telah berbentuk lancip mengembang, ataupun dari daun kelapa yang dililitkan. Panjangnya sekitar 10 sampai 12 cm, dengan garis tengah 6 cm di bagian yang mengembang.
Dalam pembuatan serunai terdapat spesifikasi yang bervarisi di tiap daerah. Bahkan ada jenis serunai di mana pengaturan nada dilakukan dengan cara menutup dan membuka permukaan bagian corong.
Dalam orkes tradisional Minang, serunai biasanya dimainkan bersama instrumen lainnya seperti talempong, gendang dan gong yang menghasilkan perpaduan bunyi dan irama tradisional khas Minang.


Angklung


Angklung
Angklung adalah alat musik tradisional yang berasal dari Jawa Barat, terbuat dari bambu, yang dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Laras (nada) alat musik angklung sebagai musik tradisi Sunda kebanyakan adalah salendro dan pelog.


Calung

Calung adalah alat musik Sunda yang merupakan prototipe (purwarupa) dari angklung. Berbeda dengan angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan, cara menabuh calung adalah dengan memukul batang (wilahan, bilah) dari ruas-ruas (tabung bambu) yang tersusun menurut titi laras (tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la). Jenis bambu untuk pembuatan calung kebanyakan dari awi wulung (bambu hitam), namun ada pula yang dibuat dari awi temen (bambu yang berwarna putih).
Pengertian calung selain sebagai alat musik juga melekat dengan sebutan seni pertunjukan. Ada dua bentuk calung Sunda yang dikenal, yakni calung rantay dan calung jinjing.



Kolintang


Satu set kolintang

Bermain kolintang
Kolintang atau kulintangadalah alat musik khas daerah Minahasa, Sulawesi Utara. Kolintang dibuat dari kayu lokal yang ringan namun kuat seperti telur, bandaran, wenang, kakinik kayu cempaka, dan yang mempunyai konstruksi fiber paralel.
Nama kolintang berasal dari suaranya: tong (nada rendah), ting (nada tinggi) dan tang (nada biasa). Dalam bahasa daerah, ajakan "Mari kita lakukan TONG TING TANG" adalah: " Mangemo kumolintang". Ajakan tersebut akhirnya berubah menjadi kata kolintang.
Beberapa group terkenal seperti Kadoodan, Tamporok, Mawenang yang sudah eksis lebih dari 35 tahun.Pembuat kolintang tersebar di Minahasa dan di pulau Jawa,salah satu pembuat kolintang yang terkenal Petrus Kaseke.

Rebab


Rebab di Turki.
Rebab (Arab: الرباب atau رباب) adalah alat musik gesek yang biasanya menggunakan 2 atau 3 dawai, alat musik ini adalah alat musik yang berasal dari Timur Tengah dan mulai digunakan di Asia Tenggara setelah penyebaran pengaruh dari Timur Tengah.
Alat musik yang menggunakan penggesek dan mempunyai tiga atau dua utas tali dari dawai logam (tembaga) ini badannya menggunakan kayu nangka dan berongga di bagian dalam ditutup dengan kulit lembu yang dikeringkan sebagai pengeras suara.]

Dalam gamelan


Ki Cokrowasito bermain rebab. Foto tahun 1950-an dari buklet album "Lestari - The Hood Collection", Museum Collection Berlin.
Dalam musik Sunda, alat ini juga digunakan sebagai pengiring gamelan, sebagai pelengkap untuk mengiringi sinden bernyanyi bersama-sama dengan kecapi dan suling. Dalam gamelan Jawa, fungsi rebab tidak hanya sebagai pelengkap untuk mengiringi nyanyian sindhen tetapi lebih berfungsi untuk menuntun arah lagu sindhen.

Tidak ada komentar: